AL-BIRRU (KEBAIKAN) DAN SHILAH (SILATURROHMI)
َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
( مَنْ أََحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ
فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ)
أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ
|
Al-birru dengan mengkasrahkan huruf ba'
artinya banyak berbuat kebajikan. Al-Barru artinya seorang yang banyak
berbuat kebajikan. Al-birru merupakan salah satu dari sifat Allah
Ta'ala. Shilah dengan mengkasrahkan huruf shad, berasal dari washalahu,
seperti kata wa'adahu 'udatan. Penulis kitab An-Nihayah menyebutkan
bahwa kata ini sering berulang-ulang disebutkan di dalam berbagai hadits
tentang silaturahmi. Ini merupakan kata yang mengungkapkan perbuatan baik dan
lemah lembut terhadap kerabat yang ada hubungan darah, mertua dan memberikan
perhatian kepada mereka. Walaupun kerabat jauh dan telah berbuat buruk kepada
dirinya. Lawan kata silaturahmi adalah qathii'atur-rahmi.
Hadits No.
1483
|
|
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu
'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Barangsiapa ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya,
hendaknya ia menghubungkan tali kekerabatan." Riwayat Bukhari.
|
Penjelasan hadist
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa
ingin rezekinya dilapangkan (yakni bagi yang ingin rezekinya dilapangkan
oleh Allah Ta'ala) dan umur nya dipanjangkan (bentuk kata yunsa-a
dengan huruf sin yang tidak ditasydidkan. Bentuk katanya sama seperti
kata yubsatha dengan artinya dipanjangkan) umurnya (atsaarihi
dengan huruf tsa' diikuti dengan huruf ra' artinya umur) hendaklah
ia menjalin hubungan silaturrahim." Hadits riwayat Al-Bukhari.
Tafsir
Hadits
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam pernah bersabda,
«أَنَّ صِلَةَ
الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي
الْأَجَلِ»
"Sesungguhnya menyambung tali silaturahmi dapat
menumbuhkan kecintaan pada keluarga, menambah harta dan dapat memanjangkan umur.' [Shahih: At Tirmidzi 1979]
Diriwayatkan
oleh Ahmad dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda,
«صِلَةُ الرَّحِمِ
وَحُسْنُ الْجِوَارِ يُعَمِّرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيدَانِ فِي الْأَعْمَارِ»
"Silaturahmi dan pergaulan yang baik dengan tetangga
dapat memakmurkan. kampung dan menambah umur." [Shahih: Shahih Al Jami' 3767]
Diriwayatkan
oleh Abu Ya'la dari hadits Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda,
«إنَّ الصَّدَقَةَ
وَصِلَةَ الرَّحِمِ يَزِيدُ اللَّهُ بِهِمَا فِي الْعُمُرِ وَيَدْفَعُ بِهِمَا
مِيتَةُ السُّوءِ»
"Sesungguhnya dengan sedekah dan silaturahmi, Allah akan menambahkan umur dan
menghindarkan diri dari kematian yang jelek.” Sanad hadits ini dha'if. [Dhaif: Dhaif Al Jami' 1489]
Ibnu At-Tiin
berkata, "Zhahir hadits (yakni hadits riwayat Al-Bukhari) bertentangan
dengan firman Allah Ta'ala:
{فَإِذَا جَاءَ
أَجَلُهُمْ لا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ}
"Maka
apabila Telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al-'Araf: 34 dan
an Nahl 61)
Dan
untuk mengkompromikan kedua dalil tersebut terdapat dua cara:
1. Tambahan
umur yang dimaksud merupakan ungkapan penambahan berkah pada umur dengan ia
diberi taufiq untuk melaksanakan amal ketaatan dan dapat mengisi waktu dengan
hal-hal yang berguna untuk akhiratnya sehingga dirinya terjaga dari perkara
yang tidak bermanfaat. Pernyataan yang mirip dengan hadits ini seperti hadits
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menyatakan bahwa umur umat beliau lebih
pendek dari umur umat-umat sebelumnya sehingga Allah memberinya lailatul qadar.
Kesimpulannya bahwa silaturahmi merupakan sebab seseorang mendapat taufiq dari
Allah yang membuatnya mampu melakukan amal ketaatan dan menjauhkan diri dari
maksiat. Walaupun ia meninggal, namun kebaikannya tetap dikenang orang,
seolah-olah ia belum meninggal.
2. Tambahan
umur yang hakiki. Hanya saja tambahannya menurut ilmu yang diketahui oleh
malaikat yang diwakilkan untuk menuliskan umur. Adapun yang tercantum dalam
ayat adalah ilmu yang ada pada Allah. Seperti dikatakan kepada malaikat,
"Umur si fulan seratus tahun jika ia menyambung tali silaturrahmi. Jika
ternyata ia memutus tali silaturrahmi, maka umurnya hanya enam puluh tahun.
Akan tetapi, Allah Ta'ala sudah mengetahui apakah si fulan tersebut semasa
hidupnya akan menyambung tali silaturrahmi atau tidak. Demikianlah yang
diisyaratkan pada firman Allah Ta'ala: “Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang dia kehendaki)..." (QS. Ar-Ra'd:
39)
Menghapus
dan menetapkan takdir sesuai dengan pengetahuan yang ada pada malaikat dan apa
yang tertulis di dalam ummul kitab. Adapun yang ada pada ilmu Allah Ta'ala sama
sekali tidak ada yang dihapus.
Ketetapan
yang ada pada ilmu Allah disebut dengan qadhaa’ al-mubram sedangkan yang
ada pada selain Allah disebut qadhaa'u al-mu'allaaq. Cara pengkompromian
yang pertama lebih sesuai, karena kenangan akan senantiasa menyertai orangnya.
Jadi, yang dimaksud dengan tambahan
umur adalah orang-orang mengenang kebaikannya setelah ia meninggal. Pendapat
ini dirajihkan oleh Ath-Thibbi di dalam kitab Al- Faa'iq.
Pendapat ini juga dikuatkan lagi
dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab Ash-Shaghir
dengan sanad yang dha'if dari Abu Darda' Radhiyallahu Anhu, ia berkata,
"Pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang
menyambung tali silaturrahmi yang dapat memperpanjang umur. Beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam menjawab, "Sesungguhnya tidak ada tambahan dalam
perkara umur. Sebab Allah Ta'ala berfirman, "Maka apabila telah datang
waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat
(pula) memajukannya." (QS. Al-'Araf: 34) Tetapi maksudnya adalah ia
memiliki keturunan shalih yang mendoakannya setelah ia meninggal."
Ath-Thabrani
juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab Al-Kabiir dari jalur yang
berbeda. Bahkan Ibnu Faurak berani memastikan bahwa yang dimaksud dengan
memperpanjang umur adalah seorang yang berbuat baik, pemahamannya dan akal
pikirannya tidak berkurang. Selain beliau, ulama lain ada yang berpendapat
lebih umum dari pernyataan Ibnu Faurak yakni adanya pertambahan berkah pada
amalan dan rezeki.
Ibnu
Qayyim berkomentar dalam kitabnya yang berjudul Ad-Daa' wad Dawaa' bahwa
masa hidup seorang hamba sepanjang umurnya hanya ketika hatinya menghadap
Allah, senantiasa mengingat dan menaati-Nya serta menjauhkan dirinya dari
perbuatan maksiat. Inilah umur dan kehidupan yang sebenarnya. Adapun hati yang
berpaling dari Allah, senantiasa berbuat maksiat, berarti orang ini telah
menyia-nyiakan umurnya. Berdasarkan hal ini, bagi orang yang menyambung tali
silaturahmi, Allah akan berikan kepadanya kehidupan umur yang lebih panjang
dengan selalu mengingat-Nya dan mengisi waktunya dengan amal ketaatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar