Nama
: Irma Sibhi Fatimah Azzahro
NIM :
1415201027
Kelas
: AAS-A
كتاب الطهارة
باب ا لمياه
Hadis no. 2
و عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلّي الله
عليه وسلم ل "إنّ الماء طهور لا ينجّسه شيء". أخرجه اثّالثة وصحّحه احمد.
Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW.
bersabda : “Sesungguhnya (hakekat) air adalah suci dan mensucikan, tak ada
sesuatupun yang menajiskannya.” Dikeluarkan oleh Imam Tiga dan dinilai shahih
oleh Ahmad
Ø Biografi perawi hadits
Perawi hadits ini adalah Abu Sa’id al-Khudri. Nama lengkap beliau
adalah Sa’ad bin Sinan bin Malik al-Khazraji al-Anshari al-Khudri. Nisbah kata
“al-Khudri” berasal dari Khudrah salah satu perkampungan kaum Anshar.
Beliau ikut perang bersama Nabi sebanyak 12 peperangan, yang
pertama adalah perang khondaq pada tahun kelima, karena sebelum itu usia beliau
belum baligh. Beliau menghafal dari Nabi ilmu yang banyak dan menjadi ulama
besar dikalangan para sahabat. Beliau meningal pada tahun 74 H dan dimakamkan
di Al-Baqi’.[1]
Ø Sanad hadis
Abu Dawud
Ahmad bin Abu Syu’aib Al-Harrani
dan Abdul Aziz bin Yahya Al-Harrani
Muhammad bin Salamah
Muhammad bin Ishaq
Salith bin Ayyub
Ubaidillah bin Abdurrahman bin
Rafi’ Al-Anshari kemudian AL-Adawi
Abu Sa’id Al-Khudri
Nabi Muhammad SAW
Tirmidzi
Hannad dan Al-Hasan bin Ali
Al-Khallal
Abu Usamah
Al-Walid bin Katsir
Muhammad bin Ka’ab
Ubaidullah bin Abdullah bin Rafi’
bin Khadij
Abu Sa’id Al-Khudri
Nabi Muhammad SAW
An- Nasa’i
Harun bin Abdullah
Abu Usamah
Al-Walid bin Katsir
Muhammad bin Ka’ab Al-Quradli
Ubaidullah bin Abdurrahman bin
Rafi’
Abu Sa’id Al-Khudri
Nabi Muhammad SAW
Ø
Penjelasan Hadits
Tirmidzi berkata : Hadits ke-2 itu
hasan ; dan di shahkan oleh Ibnu Ma’in dan Hazm dan Hakim.
Hadis ke-2 muthlaq atau tidak
terbatas, yakni air pembersih yang di dalam satu bejana, umpamanya, tidak bisa
jadi najis walaupun dicampur sebanyak-banyak kencing atau tahi, umpamanya, yang
demikian ini tidak bisa jadi, bahkan perlu ada pembatasnya. Hadis ke-3 dan ke-4
dapat dijadikan pembatasnya, walaupun lemah, karena hadits yang lemah bisa
diapakai untuk membatasi suatu arti yang sangat perlu kepada pembatasan.[2]
Asbabul wurudnya adalah sebagai
berikut : “pada suatu hari, seorang lelaki bertanya kepada Rasul tentang air
sumur Badla’ah (nama sebuah sumur yang menurut Abu Daud hanyalah enam hasta
lebarnya; dan dalam air di ketika musim kering, hingga lutut, selalu
dicampakkan orang ke dalamnya, perca haidh, daging anjing, dan benda-benda
busuk), katanya : Bolehkah kami bersuci dengan air sumur Badla’ah, ya
Rasulullah? Nabi SAW. menjawab dengan perkataannya: “Bahwasannya air tidaklah
dinajiskan oleh sesuatu”, yakni sesuatu yang tidak merubah baunya, atau rasanya
atau warnanya”.[3]
Hadis ini menunjukkan bahwa,
secara asal, air adalah suci dan mensucikan, tidak ada sesuatupun yang dapat
menajiskannya. Kemutlakan ini dimuqoyyadkan (diikat) pada hadis selanjutnya
(hadis no.3) yaitu dengan syarat sesuatu (najis) tersebut tidak mengubah bau,
rasa, atau warna air, jika berubah maka air tersebut ternajisi (menjadi najis),
baik air tersebut sedikit ataupun banyak.
Namun dalam hal ini, golongan
Syafi’iyah berbeda pendapat, menurutnya, bahwa air yang kejatuhan najis yang
tidak berubah salah satu sifatnya, tidak dihukumi najis, jika air itu banyak.
Tetapi jika air itu sedikit, maka air itu najis walaupun tidak berubah.
Sedangkan golongan Malikiyah berpendapat bahwa air tiada najis walaupun
sedikit, melainkan dengan berubah.
[1]
https://majelisfiqih.wordpress.com/2011/10/28/syarah-hadits-bulughul-maram-%E2%80%93-hukum-asal-air-adalah-suci/
[2] A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, (Bandung: C.V Diponegoro,
1998), cet.ke.XIV, hal 40.
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqi, Koleksi Hadis-hadis
Hukum,(Jakarta:PT Magenta Bhakti Guna, 1994), cet.ke-5, hal17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar